8 Ilmu Dasar Bisnis Online bagi Pemula


Warning: Undefined array key "tie_hide_meta" in /home/u1796959/public_html/idnpedia.com/wp-content/themes/sahifa/framework/parts/meta-post.php on line 3

Warning: Trying to access array offset on value of type null in /home/u1796959/public_html/idnpedia.com/wp-content/themes/sahifa/framework/parts/meta-post.php on line 3
Berkecimpung dalam bisnis  online sebagai pengusaha atau entrepreneur memang membutuhkan keahlian untuk memanfaatkan segala sumber daya yang ada dan menjadikannya sebagai sesuatu yang bernilai

Agar kamu bisa survive di tengah persaingan, yuk kuasai ilmu berikut ini:

Secara berurutan:

1. Copywriting
Saran saya jangan ikutan bootcamp, mending riset sendiri terus langsung praktek. Kamu dapat menemukan tulisan overkill dari para praktisi di Internet dengan mudah, dan tentunya ilmunya lebih dari cukup. 

2. Brand creative design. 
Karena di era digital, gak bisa jualan dengan cara nulis doang. Harus ada key visual-nya. Jangan sampai copywriting bagus-bagus terus key visual-nya kaya gini:


Kalau saya boleh nyebut software dasar yang bisa nge-boost penghasilan selain Office 365, itu adalah Photoshop dan Canva. Belajarnya juga gak usah bootcamp. Nonton Youtube aja udah banyak mahasiswa India yang mau ngajarin

3. Web development.
Karena pada akhirnya central hub-nya copywriting adalah landing page. Ekivalennya Canva dalam web development adalah Shopify. Ekivalennya Photoshop adalah WooCommerce

Kenapa WooCommerce ekivalen Photoshop, karena sebelum ngerti WooCommerce harus ngerti WordPress dulu. Dan sebelum ngerti WordPress harus ngerti cPanel dulu

Dulu saya belajarnya sebulan lebih karena pakai buku. Tapi kalau belajar tatap muka, atau karena sekarang akses Youtube udah gampang gak kaya saya waktu SMA harus ke perpustakaan kota dulu karena internetnya andal dan murah, sedangkan kalau di rumah boros pulsa, sehari bisa kok

4. Analytics.
Ini fungsinya banyak, terutama 4:
  • Growth engine
  • Growth marketing
  • Sales funnel
  • Advertising berbasis keyword
Yang ini saya gak punya referensi baku belajarnya dari mana. Saya dulu pas SMA gak ada yang ngajarin, gak baca buku, gak nonton youtube. Awalnya karena dulu saya blogger (hobi), terus Blogger (platform) itu ngasih fasilitas built-in gratis yang namanya Google Analytics. Tujuannya diantaranya:
  1. Mengetahui postingan yang paling banyak dikunjungi
  2. Keyword yang paling banyak dicari di google yang mengantarkan ke blog kita
  3. Respon pembaca, seperti berapa yang masuk langsung keluar lagi, rata-rata baca berapa lama, kalau habis baca, ngeklik postingan lain apa enggak
Informasi-informasi tersebut bisa kita pake buat:
  1. Di topik apa kita unggul, kita bisa lebih prioritasin nulis di topik itu
  2. Kalau kita mau ngasih referensi ke orang di sosmed, pake kata kunci apa
  3. Memperbaiki layout blog sesuai mana yang lebih nyaman buat pembaca
Tapi itu pas SMA doang. Mentok-mentok sampai kuliah tingkat 1 lah. Sisanya saya lebih banyak belajar analytics dengan cara sering bikin trendline di excel. Karena banyak mata kuliah yang lebih mudah kalau pakai itu

Selain trendline, karena dulu saya belajar teknik desain pesawat, banyak butuh yang namanya iterasi. Ya itu analytics juga, tapi berlapis-lapis. Makanya sampai ada mata kuliahnya sendiri yang bahas begituan doang namanya analisis teknik dan metode numerik

Sedangkan sekarang analytics tool buat keperluan bisnis udah banyak banget, gak cuma Google Analytics, jadi gak ada referensi belajar yang baku. Luas banget bisa belajar apa aja dari mana aja

Growth engine, growth marketing, sales funnel, dan advertising berbasis keyword itu bukan metode analitik, tapi aplikasi bisnis yang membutuhkan pengetahuan analitik

Terserah mau belajar analitiknya dulu baru belajar aspek-aspek aplikasi bisnisnya, atau mau dibalik, pelajari dulu misalnya pemahaman growth engine-nya, baru belajar analitiknya mau pake apa

5. Brand architecture.
Ini aspek bisnis banget, non teknis. Baca-baca blog atau nonton Youtube sendiri juga bisa

6. Akuntansi dan manajemen keuangan. 
Kalau 1–5 tadi kan untuk menjual dari belum ada penjualan atau bootstrapping sebuah produk awal atau minimum viable product (MVP), sekarang gimana kalau udah ada penjualan?

Bisnis itu justru paling bahaya kalau dia udah ada cuannya. Bisa gak bikin catatan arus kas, laba-rugi, timbangan saldo, dll. dengan baik dan benar. Kementrian perdagangan atau bekraf biasanya kalau ngadain bootcamp buat UMKM, materi awalnya adalah ini

Di Linkedin juga banyak konsultan keuangan yang woro-woro webinar manajemen keuangan pakai Workday

7. Corporate culture dan strategic planning.
Kata Jeff Bejo, bisnis itu cuma menguntungkan buat penunggang early wave-nya. Setelah wave-nya berakhir, pemain yang belakangan akan mati

Contoh aja ride hailing. Pas lagi wave-nya, pada bikin kan, ada yang khusus kota tertentu, ada yang khusus muslimah, dll. Akhirnya? Ya mampus semua. Jangankan itu, Uber yang udah gede di sananya aja pas masuk Indonesia keok juga

Dan jangankan yang startup. Pas lagi wave-nya sosmed, Google bikin sosmed yang on paper lebih canggih dari FB. Hasilnya? Mampus juga

Setelah wave berakhir, yang tersisa hanya yang early rider. Lalu gimana solusinya? Kata Jeff Bejo, harus berorientasi value. Value apa yang kita tawarkan, itu yang membawa kita ke masa depan

Selama masyarakat masih butuh value itu, bisnis akan tetap survive. Jeff Bejo bikin Amazon tahun 1994, value dia cuma 3:
  1. Harga paling murah
  2. Pilihan paling banyak
  3. Pengiriman paling cepat
Baca Juga :   Cara Disable Cortana di Windows 10
Selama belum ada perusahaan yang menandingi Amazon dalam ketiganya, Amazon gak akan tergeser valuasinya. Sekarang value apa yang Anda tawarkan, yang selama value itu masih Anda pegang, bisnis Anda akan tetap memimpin? Nah itu namanya strategic planning

Kemudian, penyebab nomor 1 bubarnya startup adalah ketidak sepakatan antar co-founder. Kalau Anda udah punya value, pastikan gak cuma Anda yang punya value itu. Pastikan semua co-founder, sampai semua akar rumput, OB, driver, satpam, kucing, memegang value tersebut. Nah itu namanya corporate culture

8. Talent development.
Alasan utama startup punya turnover rate yang tinggi, selain karena buruknya corporate culture, adalah karena C-level gak mau ‘menyekolahkan’ talent potensialnya. Alasan mereka?

“Kalau nanti saya sekolahkan, habis ikatan dinas malah resign gimana?” Ini mindset paling buruk

Mindset yang benar adalah, “kalau karyawan gak pernah saya sekolahkan, lalu karyawan yang kerjanya paling bodoh gak resign-resign gimana?”

Ingat, talent paling potensial itu punya banyak pilihan. Merekalah talent yang paling mudah kabur. Talent paling bodoh itu gak punya pilihan. Merekalah yang akan bertahan di tengah segala ke-toxic-an corporate culture

Kalau Anda gak bisa men-treat talent paling potensial Anda agar nyaman sampai pensiun, siap-siap karyawan yang tersisa adalah yang paling bodoh

Pernah lihat gak perusahaan yang sebelumnya mendominasi pasar, bahkan hampir monopoli, tapi sekarang malah mati? Sekarang Anda tahu penyebabnya

Dan ini gak cuma terjadi di ‘third world country’. Blackberry itu bukan perusahaan miskin modal. Eksekutif level C Blackberry itu bukan orang bodoh. Mereka hanya miskin kaderisasi

Itu juga alasan kenapa startup teknologi dunia pusatnya di San Jose. Karena San Jose sama Stanford masih sama-sama di Santa Clara. Kaderisasinya gampang. Apple Campus itu adanya di Cupertino, Santa Clara juga

Itu juga kenapa Ridwan Kamil bikin Teknopolis di Gede Bage, Bandung. Tujuannya biar semua startup IoT pindah atau buka di sana, biar kaderisasinya lebih mudah. Pasti Jabar sakit hati lah kalau dia punya bank talent IoT dari ITB, Tel-U, dan Unikom, ujung-ujungnya PDB-nya malah diembat sama SCBD

Sejak awal persiapan yang totalitas harus sudah dimiliki sebelum berkecimpung dalam dunia bisnis online. Apa yang disampaikan di atas bisa jadi pedoman dalam menguatkan pondasi bisnis online yang telah dibangun. Jadi, jangan pernah berpikir untuk mundur. Jalankan bisnis dengan sebaik-baiknya.