Warning: Undefined variable $toReturn in /home/u1796959/public_html/idnpedia.com/wp-content/plugins/searchterms-tagging-2/searchterms-tagging2.php on line 1043
Belanda sama seperti Jakarta, kawasan yang rawan banjir. Secara geografis negara kincir angin ini adalah kawasan terendah dengan 2/3 bagian wilayahnya berada di permukaan laut. Hal ini menjadikan banjir sebagai ancaman utama saat datangnya musim penghujan atau air pasang. Salah satu banjir terburuk yang pernah dialami Belanda terjadi pada tahun 1953. Menghancurkan banyak bangunan serta membinasakan manusia dan hewan-hewan di kawasan yang terkena banjir, total kerugian mencapai 1 miliar Gulden.
Sadar akan kondisi geografisnya yang tidak menguntungkan, sejak saat itu pula orang-orang Belanda berevolusi dengan menciptakan kawasan yang lebih siap air. Di antaranya, mereka membuat sistem tanggul atau saluran pengairan yang menggunakan teknologi canggih.
Menariknya lagi, Belanda juga dapat memanfaatkan luapan air yang berlebih untuk kesejahteraan mereka. Yuk, simak 7 Cara Unik Belanda Atasi Banjir di bawah ini!
1. Pagar air “Delta Work” yang menyelamatkan belanda dari setiap badai saat ini
Ukuran 1 pagar itu sebesar Eiffel Tower di Paris, jadi pagar ini sebesar 2 Eiffel Tower dijadikan 1. Layaknya pagar pada umumnya, pagar air ini bisa dibuka apabila ada kapal yang akan lewat (karena rute ini adalah rute perdagangan).
Delta works ini juga dibuat fleksible untuk mampu membuka dan menutup air karena environment ecosystem yang mereka sepakati tidak ingin mereka rusak. Ketika sebuah bendungan hanya bisa tertutup saja, nantinya ekosistem perairan seperti sungai tidak akan mengalir dengan baik dan juga menghancurkan habitat hewan-hewan yang hidup di perairan. Itulah mengapa sustainable waterplan dirancang agar kebutuhan manusia terpenuhi tanpa mengurangi esensi keberadaan ekosistem makhluk lainnya di Belanda.
2. Groene Daken (Green Rooftop)
Groene Daken itu konsep atap bangunan yang banyak penghijauannya. Hal ini dibangun karena apabila ada air hujan turun, nantinya bakal diserap sama tanaman-tanaman yang ada di atap itu.
3. Blauwe Verbinding (Blue Connection)
Ini sebenarnya seperti tempat mengalir nya air layaknya selokan di Indonesia (versi bersihnya). Nah, nantinya apabila ada jumlah air yang berlebih di kota, dapat mengalir dengan baik lewat rute air ini. Lalu, rute air ini kadang dipakai untuk berkano oleh orang-orang sekitar yang mau rekreasi.
Di Indonesia rata-rata selokan nya terlalu kecil dan sempit, makanya air tidak bisa mengalir dengan baik. Kadang malah terlalu banyak sampah – macet deh airnya tidak mengalir lagi dan hal ini mengakibatkan kebanjiran di daerah sekitar.
5. Creative Water-Storage
Jalanan dibangun diatas bendungan air alami mereka. Di Indonesia penerapan seperti ini masih sulit karena memang sudah terlalu padat penduduknya. Saya rasa, justru macet kalau di Jakarta dibangun seperti ini.
Ini namanya Benthemplein. Seperti alun-alun di Indonesia namun bedanya alun-alun nya bisa beralih fungsi menjadi tempat penyimpanan air karena dibuat berundak-undak. Singkatnya konsepnya menjadi seperti ini:
Air hujan jadi banyak yang tertampung dan tidak menggenang mengenai rumah-rumah warga sekitar.
6. Peternakan apung yang memanfaatkan saluran air terbuka
Orang Belanda sepertinya tak kehabisan ide untuk menangkap peluang dari kondisi lingkungan mereka. Seperti proyek peternakan apung di Rotterdam ini, misalnya.
Proyek ini diciptakan untuk menghadapi tantangan peternakan di masa depan. Dengan semakin meningkatnya permukaan air laut akibat perubahan iklim, lahan untuk berternak akan semakin berkurang lantaran banjir. Selain itu, proyek ini juga diharapkan bisa menjadi cara baru untuk mengenalkan kembali peternakan di perkotaan, tentunya dengan meminimalisir dampak pada sumber daya dan lingkungan.
7. Dakpark
Sama konsepnya seperti Groene Daken, hanya saja biasanya Dakpark itu lebih luas karena dibangun di tempat (seperti ruko) untuk pusat perbelanjaan. Ini juga di desain seperti Dijk yang mana nantinya bisa menahan air agar tidak masuk ke pemukiman warga. Traditional Dijk itu berbentuk seperti ini:
Traditional dijk seperti ini banyak ditemui di kota-kota tua di Belanda. Sedangkan pada umumnya, kota-kota yang lebih baru sudah dirancang dan dibangun di fondasi yang mereka buat lebih tinggi daripada permukaan air.
Itulah beberapa cara yang dilakukan Belanda untuk menghadapi kondisi geografisnya yang rentan terhadap banjir. Dalam hal ini, kita bisa melihat bahwa Belanda bukan hanya mencari solusi dari masalahnya, tapi juga dapat mencari peluang dari masalah tersebut. Semoga hal ini bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia dan negara lainnya yang mempunyai masalah serupa.