Di dunia aviasi, dikenal istilah critical eleven atau Plus Three Minus Eight, apa itu? Jadi istilah ini merujuk pada saat genting di mana kecelakaan pesawat sering terjadi, yaitu tiga menit pertama dan delapan menit sebelum mendarat.
Alasan kondisi tersebut dianggap sebagai fase kritis karena berdasarkan investigasi kecelakaan di seluruh dunia, hampir 80% kecelakaan pesawat terjadi pada masa Plus Three Minus Eight. Sementara itu, selain pada periode potensi kecelakaan lebih rendah. Kecelakaan yang menimpa Sriwijaya Air kemarin adalah salah satu contoh kecelakaan pesawat yang terjadi pada periode critical eleven (plus 3 minus 8).
Secara spesifik, critical eleven kerap terjadi ketika:
- Take off (lepas landas)
- Initial climb (bersiap-siap terbang/mendaki)
- Final approach (hampir mendarat)
- Landing (mendarat)
- Taxi (berjalan di landasan)
Berdasarkan studi yang dirilis Boeing, sebanyak 48% dari kecelakaan pesawat yang terjadi 2007 dan 2016 terjadi selama pesawat menurunkan ketinggian (descent) menuju pendaratan. Meskipun proses descent dan pendaratan hanya mewakili 5% dari semua penerbangan, momen ini disebut sebagai waktu paling berbahaya dalam penerbangan komersial.
Tahap penerbangan paling berbahaya kedua adalah selama lepas landas (take off) dan pendakian awal (initial climb). Meskipun hanya bertanggung jawab atas 13% dari insiden, pada fase tersebut pesawat melaju dengan cepat di dekat darat, pesawat lain, dan melawan hembusan angin. Ada banyak manuver yang harus dilakukan untuk membawa pesawat mencapai ketinggian jelajah.
Sementara itu, penyebab umum kecelakaan pada proses lepas landas dan mendarat adalah tabrakan dengan komponen di ground atau kendaraan yang tidak diizinkan untuk melintasi di landasan. Tidak hanya itu, kondisi cuaca yang buruk dapat membuat pilot lebih sulit untuk mengontrol kecepatan atau menjaga ketinggian pesawat saat berada dekat tanah.
Sebab lainnya , tabrakan pesawat dapat terjadi selama taxi atau berkendara di lintasan, dari jarak pandang yang kurang saat mendarat, atau jika dua pesawat diarahkan ke landasan yang sama selama lepas landas dan mendarat.
Untuk mencegah kecelakaan pada periode ini, terdapat seperangkat peraturan dan prosedur yang harus dilakukan pilot, awak kabin, dan penumpang untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Seorang pilot harus fokus pada instrumen pesawat, melakukan kontak radio dengan Air Traffic Controller (ATC), serta mengawasi situasi di sekelilingnya untuk memastikan agar segala sesuatu berjalan sesuai prosedur keselamatan penerbangan dan untuk itu mereka tidak boleh diganggu atau diajak bicara kecuali mengenai hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan penerbangan.
Periode ini, awak kabin tidak diperbolehkan melakukan apapun selain hal-hal yang berkaitan dengan prosedur keselamatan seperti memeriksa serta memastikan penumpang dan kabin pesawat dalam keadaan aman dan siap menghadapi hal berbahaya yang bisa saja terjadi saat Critical Phases of Flight. Awak kabin harus kembali ke tempat duduk (jumpseat) dan mengenakan sabuk pengaman mereka setelah menyelesaikan semua tugas utamanya yaitu menjaga keselamatan penerbangan.
Terakhir, penumpang harus duduk di kusinya dengan mengenakan sabuk pengaman, mematikan ponsel, menegakkan sandaran kursi, melipat meja dihadapannya, dan prosedur keamanan lainnya. Penumpang juga dilarang meminta layanan awak kabin dan pergi ke kamar mandi (lavatory) selama periode ini. Penumpang juga disarankan agar tidak tidur selama periode ini, untuk menjaga fokus dan kewaspadaan, jika sewaktu-waktu terjadi emergency.
Seperangkat peraturan dan prosedur di atas disebut sebagai “Clear/Sterile Cockpit Rule” nomor FAR 121.542 / FAR 135.100. Istilah critical phase flight (plus 3 minus 8) atau yang populer dengan nama critical eleven diperkenalkan di sini. Adapun pihak yang mempopulerkan istilah tersebut dan membuat peraturan tersebut adalah FAA (Federal Aviation Administration) alias biro penerbangan Amerika Serikat pada tahun 1981.
Alasan pemberlakuan peraturan dan istilah tersebut adalah untuk meningkatkan awareness penumpang, pilot, dan awak kabin setelah kepopuleran mesin jet yang melaju lebih cepat dan tidak berisik, meningkatnya demand penerbangan komersil, dan meningkatnya kenyamanan selama penerbangan dengan segala fasilitas yang ada (fitur autopilot, koran, makanan, hiburan, dll) yang ditakutkan dapat menurunkan fokus dari penumpang, pilot, dan awak kabin, karena sebelumnya, kegiatan penerbangan dilakukan dengan fokus yang tinggi ketika teknologi belum semaju sekarang.