Jujur saja, saya sangat minder di hari pertama bekerja, bahkan sampai selesai masa percobaan (tiga bulan).
Setahun sebelum saya menjadi karyawan full-time, saya magang di perusahaan yang sama pada posisi yang sama juga, Front End Developer. Ada jeda sekitar enam bulan antara hari terakhir saya magang dan hari pertama saya bekerja. Dalam enam bulan tersebut, ternyata sudah banyak yang berubah dari codebase maupun struktur tim.
Hari pertama, seperti lazimnya, kegiatan masih berputar pada orientasi dan belum ada tugas yang harus dilakukan. Setelah menyelesaikan semua latihan dan orientasi, saya lanjutkan dengan membaca-baca kode dan mencoba memahami arsitekturnya. Saat itulah saya menjadi gelisah dan ketakutan.
Saya sebenarnya tidak begitu mahir JavaScript saat itu, bisa dibilang sangat awam bahkan. Dulu ketika magang, proporsi tugas yang saya kerjakan bisa dibilang 80% HTML dan CSS, 20% JavaScript, jadinya aman. Saat awal bekerja full-time, bisa dibilang proporsinya hampir terbalik, 60–70% JavaScript, dan itu membuat saya sangat minder.
Saat menjelajahi kode di hari pertama itu, saya langsung berpikir, “I’m screwed”. Saya tidak mengerti 80% kode JavaScript yang akan menjadi tanggung jawab saya. Semakin banyak saya membaca, semakin bingung otak saya dibuatnya, dan jantung saya berdebar semakin kencang.
Saya pun mulai terserang impostor syndrome. Setiap hari saya merasa seolah saya berpura-pura kompeten dan menyimpan ketakutan akan ketahuan bahwa saya sebenarnya tidak cukup kompeten untuk bekerja di sana. Saya sering membandingkan diri dengan senior-senior di sana, walaupun sebenarnya tidak fair karena saya lulusan baru dan mereka sudah lama berkecimpung di sana.
Hal-hal kecil sekalipun bisa membuat saya cemas dan takut. Ada hari-hari di mana kecemasan itu bahkan membuat saya tidak bisa tidur semalaman. Bahkan, ada satu kejadian sepele yang membuat saya semalaman mempertimbangkan untuk urung berkarir di jalan ini.
Namun, semua berangsur membaik setelah saya bertemu tatap muka dengan manajer saya untuk evaluasi masa percobaan saya. Ia berterima kasih atas kinerja saya yang dinilai cukup. Meski mungkin baginya tidak ada yang spesial dari kata-katanya, saya hampir menitikkan air mata mendengar bahwa saya lulus masa percobaan. Setelahnya, saya mulai menyadari keadaan psikis saya dan mulai bekerja untuk mengatasinya.
Jika Anda merasakan impostor syndrome seperti yang saya alami saat itu, mungkin Anda tertarik untuk membaca rangkuman tips-tips yang saya bagikan:disini.
- Sadari bahwa sindrom ini umum terjadi, dan Anda tidak sendiriana
- Catat dan evaluasi pekerjaan Anda secara rutin, ini untuk menstimulasi Anda untuk mengakui adanya perkembangan dari diri dan hasil kerja Anda
- Bicarakan dengan kolega dan minta nasihatnya, besar kemungkinan ia pernah mengalaminya juga
- Sadari bahwa semua orang pernah melakukan kesalahan, yang sudah mahir sekalipun
- Cacah tugas Anda menjadi tugas-tugas kecil yang mudah diselesaikan, tugas yang besar tidak akan terasa mustahil lagi setelah dibagi menjadi tugas-tugas kecil
- Jangan bandingkan diri dengan orang lain, memang lebih mudah dikatakan daripada dipraktikkan, tapi usahakanla
Terima kasih sudah membaca!