Di dunia ini terdapat setidaknya lebih dari 25.000 universitas dan masing masing diantaranya memiliki sejarah di awal mula terbentuknya hingga menjadi sebuah universitas. Diketahui jika pada awal terbentuknya suatu universitas, sebagian bukanlah universitas yang kita kenal saat ini. Sebagian besar universitas tersebut berbentuk madrasah atau akademi kekaisaran.
Apa universitas pertama di dunia?
Secara garis besar ada 3 tipe universitas tertua dari era pertengahan/medieval.
- Universitas Islam (Jami’ah & Madrasa)
- Universitas Kekaisaran (Guozijian/Quoc tu Giam/Gukjagam)
- Universitas Medieval Eropa (Studium Generale)
Namun yang menjadi cikal bakal untuk praktek semua universitas yang kita kenal sekarang itu yang terakhir, universitas-universitas di Eropa.
Okay biar lengkap, yuk simak sejarah terbentuknya universitas di dunia berikut ini:
Jami’ah/Madrasa (Universitas Islam di daerah timur tengah)
Gedung perpustakaan Universitas Al-Qarawiyin di Fez, Maroko.
Beberapa Jami’ah tertua yang terkenal antara lain Nizamiyah di Baghdad (berdiri tahun 1065 M)[1] , Al-Azhar di Kairo (975 M), dan Al-Qarawiyin di Maroko (859 M). Yang terakhir bertransformasi jadi universitas dan menjadi universitas pertama dan tertua di dunia hingga sekarang ini.
Dalam sistem ini, cerita pendirian universitasnya kurang lebih seperti ini garis besarnya:
- Dibangun sebuah Masjid di kota besar/ibukota kesultanan/Khilafah
- Masjid tersebut menjadi tempat bertemunya banyak alim ulama tertentu (katakanlah, jama’ah masjid tersebut cukup “intelek”) lalu mulai menggelar kelas-kelas pendidikan tertentu di masjid tersebut
- Seorang Sultan/Emir/Khalifah yang peduli pendidikan naik tahta, lalu menawarkan apakah Masjid tersebut mau diperbesar dan dibuatkan Madrasa (kampus) di sekitarnya atau langsung dibuatkan Jami’ah (kompleks bangunan kumpulan dari Madrasa-Madrasa kecil)
Jadi pendirian universitas Islam pada waktu itu, benar-benar karena sedang dapat durian runtuh lah bisa dikatakan. Karena ada Emir/Sultan/Khalifah yang memang peduli dan ingin mensponsori.
Di sistem Jami’ah ini, tidak ada yang namanya wisuda, bahkan yang namanya angkatan pun tidak ada!
Hah? Kok bisa gitu?
Iya karena dalam sistem ini, kelulusan kamu itu benar-benar tergantung “dosen pembimbing” kamu.
The ijaza was a personal matter, the sole prerogative of the person bestowing it; no one could force him to give one.
-George Makdisi, Studia Islamica, 1970
“”Ijaza” adalah persoalan pribadi, prerogatif pribadi (pengajar) yang memberikannya; tidak ada yang bisa memaksanya untuk mengeluarkan satu (Ijaza)”
*Fun fact: Ijazah ini kita ambil ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Arab.
Dalam sistem Jami’ah ini, kamu bisa ambil kelas macam-macam, tetapi harus punya satu guru kunci yang jadi semacam “dosen pembimbing” kamu. Dia lah yang menentukan kamu lulusnya kapan. Karena sistemnya seperti ini, pendidikannya jadi bersifat sangat personal – dan teman kelas ya sekedar teman kelas, tidak ada cerita semangat angkatan harus lulus bersama gitu.
Guozijian/Quoc tu Giam/Gukjagam (Universitas Dinas Kekaisaran Tiongkok/Vietnam/Korea)
Ilustrasi mahasiswa/i Korea abad pertengahan dalam K-Drama “Sungkyunkwan Scandal”, berlatar Gukjagam (Universitas) Sungkyunkwan di era Dinasti Joseon (Abad 14–19)
Berbeda dengan sistem Jami’ah & Madrasa di dunia Islam, di dunia Sinosphere/kebudayaan Konghucu di era pertengahan juga mulai menjamur sistem Guozijian alias Universitas atau Akademi Kekaisaran.
Yang paling menonjol dari sistem ini adalah, universitas ini selain untuk mengedukasi para bangsawan dan jadi tempat berkumpulnya para intelektual hanya memiliki satu tipe mahasiswa dan satu tipe kelulusan –
Dimana mahasiswa2nya adalah calon PNS/birokrat kekaisaran. Dengan tujuan akhir agar para mahasiswa lulus ujian nasional birokrat (Keju/Khoa Cu/Gwageo) dan diterima sebagai birokrat kekaisaran.
Jadi kalau di Indonesia, mungkin lebih mirip dengan sekolah kedinasan seperti PKN-STAN atau IPDN.
Dan wisuda? Tidak ada cerita, adanya ya kamu lulus atau tidak “tes CPNS” nya. Kalau tidak lulus, ngulang lagi sampai kamu nyerah atau lulus nantinya.
Tentunya karena ini “sekolah tinggi kedinasan” didirikan, didanai, dan guru-gurunya dikumpulkan semua oleh anggaran negara atas inisiatif kaisar masing-masing.
Di Tiongkok Guozijian pertama didirikan pada masa dinasti Sui (Abad ke-6),
Di Vietnam Quoc tu Gian pada era dinasti Ly (Abad ke-11),
Di Korea era Dinasti Goryeo (Abad 10).
Guozijian Beijing nantinya menjadi cikal bakal Universitas Peking, sementara Guozijian Ming di Nanjing nantinya ditransformasi menjadi Universitas Nanjing. Sungkyunkwan di Korea sekarang menjadi Universitas Sungkyunkwan yang terkenal untuk studi MIPA nya seperti Kimia dan Biosciences, bahkan salah satu professornya sempat jadi calon peraih (nominee) Nobel kimia tahun 2017[5] . Sementara Quoc tu Gian di Vietnam hilang di era penjajahan Perancis.
Studium Generale (Universitas di Eropa abad Pertengahan)
Alun-alun Universita di Bologna, Universitas tertua di Eropa (1088 M)
Meski bukan yang pertama di dunia, Universitas di Eropa inilah yang menjadi cikal bakal sistem Universitas yang kita kenal sekarang. Soal pendiriannya sendiri ada 3 “mazhab” atau pendekatan yang berbeda-beda
- Sistem Bologna – patungan (swasta). Ya, sistem Bologna sangat unik karena awalnya didirikan inisiatif bangsawan sekitar di Italia & Jerman yang ingin mendirikan sekolah lanjutan untuk anak-anaknya & sebagai tempat berjejaring bersama anak-anak bangsawan lainnya. Dari inisiatif ini dibentuklah lembaga dana patungan kolektif (“Universitates Scholarium”) yang mendanai & mengatur jalannya universitas tersebut.
- Sistem Paris/Sorbonne – sebagai badan usaha dari gereja setempat. Kalau Universitas Paris/Sorbonne ini memang diawali sebagai ekspansi usaha gereja setempat. Melihat adanya demand/permintaan untuk pendidikan lanjutan di Perancis, Katredal Notre Dame mendirikan gedung & badan usaha untuk memberikan pengajaran lanjutan sekuler (ilmu non-agama) seperti hukum dan kedokteran.
- Sistem Oxbridge (Inggris) – dibawah naungan “patron”/sponsor masing-masing namun dijadikan satu oleh Raja. Berbeda dengan Paris & Bologna, Oxford & Cambridge dibentuk dari kumpulan “College” (Kampus) yang ada di sekitar kota tersebut – dimana setiap2 College ini didirikan & disponsori oleh bangsawan tertentu yang menjadi patron kampus tersebut. Contohnya Balliol College[8] , dinamakan untuk menghormati John de Balliol, bangsawan yang menjadi sponsor kampus tersebut. Nantinya kumpulan “College” ini disatukan menjadi Universitas Oxford & Cambridge yang diberikan hak duopoli di Inggris (tidak ada Universitas lain yang bisa beroperasi) sampai abad 19.
Hal ini cukup berbeda dengan sistem Jami’ah Madrasa di dunia Islam, dimana Fiqih (Pembelajaran hukum agama) menjadi titik sentral kurikulum pembelajaran – jadi bahkan yang dokter pun mengerti fiqih. Kalau di sistem Jami’ah, Ijazah yang diberikan juga jadi sertifikat yang memungkinkan pemegangnya menjadi Qadi (hakim hukum Islam) dan dapat mengeluarkan Fatwa/opini hukum islam. Sementara di sistem Eropa ini, jika ingin menempuh pendidikan lanjutan menjadi anggota kependetaan bisa diawali dengan fakultas Theologi di Universitas tersebut lalu dilanjutkan ke Seminari. Jadi dipisahkan nantinya.
Sementara di sistem Universitas Eropa, hanya akan dapat “Licentia Docendi” (Ijazah dan izin praktek dan mengajar) bidang khusus yang ditempuh.
Mahasiswa/i Universitas Cambridge dengan jubah wisudanya. Ya, ini menjadi awal tradisi toga yang kita kenal sekarang. Ini semua bisa ditelusuri ke Cambridge dan universitas-universitas Eropa.
Selain itu di Universitas-universitas Eropa inilah konsep “Wisuda” dan “Angkatan” yang kita kenal sekarang mulai menjamur. Karena kelas masing-masing bidang (fakultas) akan memiliki College/Kampus masing-masing, dan karena kelulusan tidak bergantung pada “Dosen pembimbing” (Sistem Islam) atau “Tes CPNS” (Sistem Konghucu), namun pada defense/sidang tahunan yang diselenggarakan dewan pengurus.